HUKUM DONOR DARAH
Berbagai
upaya dilakukan Palang Merah Indonesia (PMI) dalam rangka menyediakan darah
bagi masyarakat yang membutuhkan. Hal ini disebabkan segala urusan yang
berhubungan dengan transfusi darah adalah tugas dan tanggung jawab organisasi
ini, sesuai dengan PP No.18 Tahun 1980. Dalam pasal ini menyebutkan pemerintah
menyerahkan urusan usaha transfusi darah kepada PMI.3. Transfusi darah menjadi
masalah yang kompleks manakala kebutuhan akan darah masih belum dapat diimbangi
dengan jumlah pemerolehannya. Akibatnya, proses pengobatan terhadap seseorang
menjadi terhambat, bahkan nyawa pasien menjadi taruhan. Transfusi darah
sendiri, menurut PP tersebut, mengandung pengertian memberikan tambahan darah
kepada seseorang yang membutuhkan tambahan darah, dari botol atau kantong
plastik yang berisikan darah yang dibutuhkan. Sedangkan, upaya yang bisa
dilakukan untuk memperoleh darah yang dimasukkan ke dalam kantong plastik
ataupun botol adalah dengan kegiatan donor darah
Sejarah
transfusi darah sendiri dimulai sekitar abad ke-15. Namun transfuse pada saat
itu dilakukan melalui mulut hal ini dikarenakan belum adanya peralatan yang
mendukung proses transfusi tersebut. Meski begitu baru sekitar tahun 1667
transfusi berhasil dilakukan untuk yang pertama kalinya oleh seorang professor
di Paris. Perkembangan ilmu transfusi pun berkembang hingga pada abad ke-19
ditemukan jenis golongan darah yang berbeda, yang pada akhirnya dijadikan acuan
untuk pelaksanaan transfuse itu sendiri. Ini seperti yang termuat pada media
News Medical online.
Dunia
kesehatan khususnya ilmu transfusi mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Bahkan kini masyarakat yang sudah mendonorkan darahnya bisa mengambil
keuntungan dari kegiatan tersebut. Keuntungan yang dapat diperoleh dari seorang
pendonor antara lain darah yang sudah diambil akan diperiksa apakah ada
penyakit yang berbahaya atau tidak. Sang pendonor yang rutin mendonorkan
darahnya secara tidak langsung akan diperiksa setiap tiga bulan sekali secara
gratis. Padahal jika kita sengaja melakukan uji darah di laboratorium, kita
harus membayar sejumlah nominal yang tidak sedikit untuk sekali periksa.
Semakin jauh yang diperiksa semakin mahal pula biaya yang dikeluarkan. Jika ada
darah yang mengandung penyakit, maka si pendonor akan diberikan hasil
pemeriksaan dan rujukan untuk pengobatan. Jadi dengan mendonorkan darah kita
akan mendapatkan keuntungan yang berlipat.
Islam
sendiri melihat donor darah ini adalah sesuatu yang bermanfaat bagi
kemaslahatan. Hal ini dapat dilihat dari pendapat beberapa ulama. Salah satunya
adalah Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Ibrahim Aali Syaikh rahimahullah. Menurut
Ust. Hammad Abu Mu’awiyah dalam tulisannya, Syaikh Al-Allamah tersebut
memperbolehkan kegiatan donor darah. Hal ini dilihat dari tiga sudut pandang
yang berbeda yakni orang yang menerima, pendonor, dan yang membuat rujukan atau
dokternya. Menurutnya, orang yang menerima haruslah yang benar-benar
membutuhkan, tidak membahayakan bagi si pendonor dan yang memberikan rujukan
adalah seorang dokter muslim, jika tidak ada maka diperbolehkan dengan dokter
selain muslim.
Dalil yang
dipakai Syaikh Ali antara lain, Surat Al-Baqarah ayat 173 yang artinya ”Sesungguhnya
Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang
ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya”. Ayat ini merujuk pada
resipien atau penerima darah adalah orang yang benar-benar dalam keadaan yang
kritis. Dan kita juga dilarang untuk memperjual-belikan darah tersebut.
Sedangkan
bagi si pendonor beliau mengutip salah satu hadits Nabi Muhammad SAW yang
mengandung makna:“Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan jiwa dan
tidak boleh pula membahayakan orang lain.” yang terakhir tentang siapa yang
memberikan rujukan, beliau mengutip Hadist Nabi yang diriwayatkan Al-Bukhari
yang maknanya kurang lebih Rasulullah menyewa seorang penunjuk jalan yang pada
saat itu masih memeluk agama orang kafir quraisy. Ini berarti tidak mengapa
jika yang memberikan rujukan adalah seorang dokter yang bukan seorang muslim
jika memang tidak ada dokter yang muslim.
Senada
dengan Hammad Abu Mu’awiyah, dalam situs pribadinya Ahmad Sarwat, LC mengatakan
donor darah itu diperbolehkan. Hal ini berdasarkan beberapa fatwa dari beberapa
ulama antara lain, Fatwa Syeikh Husamuddin bin Musa ‘Ufanah, Fatwa Dr. Yusuf
Al-Qaradhawi, Fatwa Syaikh Zaid Bin Muhammad Al-Madkholi. Fatwa ini diambil
karena donor darah belum ada ketentuannya jika merujuk pada empat mazhab (Imam
Abu Hanifah Imam Malik Imam Asy-Syafi’I Imam Ahmad bin Hanbal). Pada masa hidup
beliau-beliau belum ada istilah donor darah sehingga tidak ada mazhab yang
membahas mengenai hal itu.
Dalam situs
tersebut juga dijelaskan bahwa donor darah tidak akan menjadikan seseorang
mahram dengan orang lain. Jadi seorang resipien boleh dinikahi oleh seorang
pendonor demikian juga sebaliknya. Hal ini disebabkan yang menyebabkan
mahramnya seseorang itu hanya disebabkan oleh 3 hal yakni nasab, mushaharah
(sebab perkawinan) dan radhaah (sebab penyusuan). Menurutnya, darah jika
dibandingkan dengan air susu maka akan berbeda karakter dari keduanya sehingga
tidak dapat diqiyaskan. Darah bukanlah unsur yang dimakan akan tetapi yang
mengantarkan makanan.
Persoalannya
sekarang, bolehkah seorang muslim menerima darah dari pendonor yang bukan
muslim? Dalam faithfreedom.com, disebutkan para ulama mengharamkan darah karena
darah adalah benda najis, namun darah yang dianggap najis adalah darah yang
keluar dari dalam tubuh. Jika darah yang ada dalam tubuh adalah najis, berarti
semua manusia dalam keadaan najis. Sementara Allah sendiri menciptakan semua
manusia dalam keadaan suci, sehingga darah yang ada dalam tubuh bukanlah najis.
Oleh karenanya meski ia adalah orang kafir, maka darah yang didonorkannya
bukanlah sebuah najis. Dan ulama sepakat bahwa kenajisan orang kafir yang
ditulis dalam Al-Qur’an bukanlah najis dalam makna hakiki melainkan secara
majasi.
Donor darah
dalam hukum Islam merupakan sesuatu yang diperbolehkan, karena di dalamnya
banyak sekali manfaat. Bahkan jika kita mau berfikir panjang donor darah
merupakan salah satu amalan yang dapat kita jaga untuk membina hubungan dengan
sesama manusia sekaligus hubungan dengan Allah Sang Pencipta. Menjaga hubungan
sesama manusia karena donor darah dapat menumbuhkan rasa kasih sayang dan
saling membutuhkan antar manusia. Sedangkan menjaga hubungan dengan Allah
karena amalan tersebut bisa bernilai ibadah jika kita niatkan hanya karena Allah.
Yang perlu di garis bawahi adalah darah itu adalah ciptaan Allah, maka kita
dilarang untuk memperjualbelikannya.
Namun,
sungguh ironis, di tengah masyarakat yang mayoritas muslim, kegiatan donor
darah masih didominasi oleh kelompok-kelompok yang non muslim. Mereka
menyelenggarakan kegiatan donor darah secara rutin, sementara masyarakat muslim
saat ini belum begitu banyak memberikan sumbangsih bagi perkembangan donor
darah. Dan kalaupun ada itupun atas nama pribadi bukan kelembagaan/organisasi.
Bukankah Allah telah memerintahkan kepada hambanya untuk saling menolong dalam
hal kebajikan dan taqwa tidak dalam hal keburukan/munkar. Rasulullah sendiri
juga pernah bersabda bahwa manusia yang baik adalah yang bermanfaat bagi
sesamanya. Meski menerima darah dari non muslim diperbolehkan namun alangkah
lebih baiknya jika sesama muslim saling membantu.
Sumber:http://www.dakwatuna.com/2012/02/18830/donor-darah-dalam-perspektif-islam/#ixzz26u160fq1
bagus blognya.. selamat berkarya..!
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus